Muslim di Formosa (1) : Khutbah Dua Bahasa, Mandarin dan Inggris di Masjid Raya Taipei
Muslim di Formosa (1) : Khutbah Dua Bahasa, Mandarin dan Inggris di Masjid Raya Taipei
Oleh Shofwan Karim
Pada abad ke-16 Portugis menyebut pulau yang kini disebut Taiwan ini adalah Formosa atau “pulau yang indah.” Berikut abad ke-17 menjadi pusat perdagangan rempah. Formosa kini berpenduduk 24 Juta jiwa. Pulau seluas 36 ribu kilo meter persegi ini terletak antara daratan Tiongkok, Jepang dan Filipina. Di apit Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik.
Taiwan memiliki ekonomi terbesar ke-19 di dunia dan dianggap sebagai negara maju dengan tingkat kemajuan teknologi yang tinggi. Industri elektronik adalah salah satu industri utama Taiwan dan merek seperti Asus, Acer, dan HTC berasal dari Taiwan.
Selain itu, Taiwan juga dikenal dengan produksi semikonduktor, mesin, dan logam. Sebagian besar produksi tersebut di ekspor ke luar negeri, dengan Amerika Serikat sebagai mitra dagang terbesar Taiwan.
Ke Formosa inilah saya dan isteri berkunjung sejak 15 Sepetember lalu, Setiap waktu kita selalu mencari Masjid untuk salat berjamaah. Baik ketika di tanah air maupun di manca negara. Lebih-labih pada hari Jumat. Kali ini, Jumat 22 September 2023 — 7 Rabiul Awal 1445 saya dibawa oleh seorang kenalan menunaikan ibadah di sini.
The Taipei Grand Mosque (TGM) atau Masjid Raya Taipei berlokasi di No. 62, Sec. 2, Xing Sheng South Road, Da'an, Taipei, Taiwan. Waktu zuhur kemarin pukul 11.49, lebih awal 1 jam dari WIB. Sengaja lebih cepat datang, saya melihat dengan kasat mata dan suasana hati yang tenang beribadah.
Menurut Wikipedia Masjid tertua dan terbesar di Taiwan ini mulai dibangun oleh satu kepanitian yang dibentuk 23 Desember 1947. Properti berasal dari rumah berasitektur Jepang, direnovasi di atas tanah seluas 992 meter persegi itu menjadi Masjid. Salat pertama dimulai bulan Agustus 1948.
Oleh karena terasa sempit sementara Muslim Taiwan semakin banyak, maka akhir 1950-an renovasi lagi dan digunakan pada tahuh 1960.
Buku Tamu dan Cemilan
Masuk gerbang seakan disambut suasana gembira. Ramai jamaah mendahului saya. Ada kru media menyoroti pengunjung. Yang lain mewawancarai kelihatannya seorang tokoh. Ada beberapa anak muda duduk di kursi menghadap meja tamu. Saya mengisi buku tamu dan disuguhi air mineral serta cemilan.
Anak muda yang pria pandai berbahasa Inggris mengulurkan air dan cemilan itu. Dengan halus saya menolak. Rupanya suguhan itu untuk mereka yang datang atau para musafir jamaah. Mereka menikmatinya sambil duduk di berapa bangku tersusun rapi sebelum upacara Jumat atau nanti diambil dan dinikmati setelah salat.
Handuk Serpihan Wuduk
Tempat bersuci yang terpisah antara Pria dan Wanita sudah biasa, tentunya. Akan tetapi tersedianya handuk kecil untuk melap air serpihan wuduk, belum saya lihat di Masjid manapun yang pernah saya kunjungi di berbagai negara di dunia.
Beberapa menit sebelum waktu zuhur, Masjid sudah penuh. Nampaknya seperti di beberapa negara, wanita juga salat Jumat. Mereka ke lantai dua. Lumayan banyaknya. Dan kelihatan seperti jamaah laki-laki, banyak pula mereka yang penduduk lokal.
Khutbah Bilingual
Khatib hari itu adalah seorang yang kelihatan berperawakan agak tinggi berbadan agak gempal. Ia melangkah ke atas mimbar. Tenang beberapa saat lalu ucapkan salam. Bilal atau muazin mengumandang suara azan yang agak rendah dan pendek namun tak kurang merdu dibanding azan tanda masuknya waktu zuhur tadi.
Tahmid, tasyahud, salawat dan kalimat menyeru kepada peningkatan keimanan dan ketaqwaan oleh khatib dilafalkan dengan fashih dalam Bahasa Arab. Tidak terkesan lidah lokal. Selanjutnya narasi dalam Bahasa Mandarin. Pada khutbah pertama dengan sepenuhnya Bahasa Mandarin. Saya tak paham kecuali ayat dan hadis yang dibacakan. Akan tetapi setelah duduk antara dua khutbah, pada khutbah kedua Ia meggunakan Bahasa Inggris.
Seakan merupakan kesimpulan dari khutbah pertama tadi, Ia rupanya membangkitkan kesadaran setiap diri jamah. Ingatlah kematian. Kedatangan kematian tak dapat diprediksi dan diasumsi. Semuanya ketentuan di tangan kekusaaan Allah swt. Ia menyentuh narasi bencana gempa 8/9/23 di Maroko.
Semuanya terjadi dalam waktu yang berhampiran pada Kawasan yang berbeda dan jauh. Siapa yang dapat memperkirakan?
Sebagai muslim, kata Khatib, kita harus selalu waspada. Kematian tak pernah ada yang memberi tahu. Kita harus sabar atas setiap musibah, apapun wujudnya. Lalu mengucapkan innallilahi wa inna ilia hirajiun. Ia mengutip QS, Albaqarah, 2:156. Lalu menerangkan untuk setiap saat harus selalu berbuat baik. Kehidupan dan kematian sebagai ujian untuk siapa yang selalu berbuat baik, QS al-Muluk, 67:2. (Bersambung)
Sumber: https://shofwankarim.livejournal.com/58139.html
#Taipei #Muslim Taiwan #Formosa #Shofwan Karim #Dakwah #Masjid ke Masjid.