Dinamika Politik di Nagari Matahari (1981-2015)

Konflik Internal Muhammadiyah :
Dinamika Politik di Nagari Matahari (1981-2015)
Oleh Shofwan Karim
Introduksi
Menurut Wikipedia, konflik dari Bahasa Latin configure. Artinya saling memukul. Pada makna lain, ketidak setujuan yang serius, percekcokan, perselisihan, pertentangan. Di dalam kehidupan sosial, konflik merupakan proses sosial antara dua orang atau lebih, antara kelompok dan komunitas yang salah satu pihak berusaha menghilangkan pengaruh bahkan keberadaan pihak lain dengan memporak-porandakannya sehingga tidak berdaya.
Tidak ada satupun kelompok atau masyarakat bebas dari koflik, baik internal di dalam warganya maupun eksternal dengan pihak lain. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Secara umum konflik berasal dari sumbu perbedaan ciri-ciri yang hadir dan dibawa individu dalam suatu inter-aksi dengan pihak sesama atau pihak lain.
Perbedaan identitas, ciri fisik, kecerdasan, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, paham, ideologi, politik atau kepentigan lain.
Oleh karena merupakan bawaan ciri-ciri perorangan, kelompok atau komuitas di dalam interaksi-sosial, maka konflik menjadi situasi yang wajar dalam setiap masyarakat. Hampir tidak ada satupun masyarakat yang bebas dari konflik. Hanya, apakah konflik itu laten (potensial) atau manifes, nyata dan aktual .
Sebagai bagian dari kepedulian yang serius kepada Muhammadiyah, tulisan berikut ingin mengemukakan bagaimana contoh konflik internal di dalam persyarikatan ini yang telah memberikan dinamika yang luar biasa bagi Muhammadiyah.
Konflik sering terjadi pada tingkat ranting, cabang, daerah, pada organisasi otonom (Ortom), lembaga amal-usaha dan mungkin juga tingkat wilayah bahkan mungkin tingkat pusat. Semua itu, seakan sudah menjadi pakaian harian bagi persyarikatan ini. Ada kalanya cepat terselesaikan, tak kurang pula yang berkepanjangan. Atau bahkan tidak perlu diselesaikan, karena konflik akan memperkuat daya juang dan dinamika serta progresifitas persyariakatan pada setiap kurun kepemimpinan.
Pada kalanya membuat Muhammadiyah menjadi bersemangat, bersinar dan bersyiar, tetapi tak kurang pula membuatnya meredup. Masih banyak contoh Konflik lainnya. Akan tetapi contoh berikut hanya salah konflik yang terjadi di peringkat paling bawah di Organisasi Masyarikat Islam (Ormas) yang sering disebut terbesar di Indonesia dari segi amal usaha dan dakwahnya dalam semua bidang kehidupan social, pendidikan, ekonomi, budaya, dakwah dan keagamaan.
Tulisan ini berdasarkan kasus yang benar-benar terjadi dan bersumber dari tokoh yang masih hidup dan terpercaya. Akan tetapi semua tempat, nama dan lembaga serta sebutan disamarkan, kecuali nama Muhammadiyah, nama kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Hal itu sesuai dengan permintaan nara sumber untuk tidak menimbulkan ketidak nyamanan atau bahkan menimbulkan konflik baru, karena ada di antara mereka dan para pihak yang masih hidup dan konflik itu, bahkan masih berlangsung sampai sekarang.
Ular dan Tikus
Pada pergantian Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) di Desa Camin Jaya, Kenagarian Matahari, Kecamatan Pinggir Danau, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dalam Musyawarah Ranting (Musyrat) 1981, terjadi penggusuran pengurus Lama. Sebagian besar PRM sebelumnya tidak terpilih lagi.
Akibatnya beberapa rencana pembangunan oleh PRM lama mengalami kendala. Di antaranya mereka sudah mencanangkan dan memulai pendirian Masjid Taqwa Muhammadiyah Camin Jaya. Awalnya adalah musala Muhammadiyah. Lalu ditingkatkan menjadi Masjid. Pada pada masa pengurus lama sudah dimulai salat Jumat di musala tadi pada lantai dasar dan di atasnya sudah ada sekolah Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah (MTsM ).
Pada suatu kali di tahun 1981 itu. terjadi kericuhan yang datang dari pihak eksternal. Salat Jumat di bubarkan oleh beberapa petugas keamanan dan ketertiban negara yang datang dalam satu mobil dari ibukota kecamatan Pinggir Danau. Mereka membubarkan salat Jumat itu.
Puncak bisul konflik di antaranya adalah ucapan khatib salat Jumat, muballigh dari Padang. Kata khatib, pemerintah itu ibarat ular, dan rakyat ibarat tikus. Makanan ular adalah tikus.
Ini dianggap menyentil pemerintah Orde Baru. Makanya Jumat berikutnya yang berwajib membubarkan salat Jumat yang sedang berlangsung ketika khatib khutbah. Alasannya Masjid itu belum ada izin dan khutbah-khutbah serta ceramah dan dakwah di Musala ini melawan pemerintah.
Maka sejak itu, berhenti shalat Jumat beberapa kali Jumat. Sesudah itu dimulai lagi di tempat yang sama beberapa kali dan tak lama kemudian diadakan Musyawarah Ranting Muhammadiyah (Musyrat) dan bergantilah pengurus Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), seperti disebut di awal tulisan ini.
Pengurus baru mendapat tanah wakaf di lokasi Masjid yang sekarang namanya Taqwa, maka pindahlah dari musala Taqwa ke Masjid Taqwa Muhammadiyah yang jaraknya sekitar 1000 meter pada desa yang berbeda tetapi dalam satu nagari.
Maka konflik datang lagi dari ekesternal lainnya, yaitu pengurus Masjid Raya Nagari Matahari, yang sudah jauh lebh lama berdiri berada di Nagari Camin Jaya. Alasannya dalam satu nagari tidak boleh dua Masjid.
Sementara alasan para pendiri Masjid Taqwa mengatakan bahwa Masjid baru ini sudah berada di desa yang berbeda. Masjid Raya di Desa Balai Bernyanyi, Masjid Taqwa di Desa Semenanjung. Walaupun kedua masjid berada di dalam satu Nagari Matahari
Masjid Taqwa dan Partai Politik
Kembali ke soal pendirian masjid baru, alasan lain, penduduk Nagari Matahari sudah cukup banyak dan terasa Masjid Raya yang waktu itu belum direhab terasa sempit dan penuh serta melimpah jamaahnya keluar Masjid terutama Jumatan.
Pada tahun 1981 tadi, ada inisiatif oleh seorang warga nagari bernama Umbuik Mudo yang menjadi pejabat rendah di suatu instansi tingkat provinsi atau Kakanwil Urtusan Rohani (UR).
Inisiator ini melihat Masjid raya yang sudah sempit perlu direhab atau diperluas. Inisiator ini mengusahakan bantuan bagi Masjid Raya dan berhasil 2 juta (tahun 1981) dari instansi tempatnya bekerja. Bantuan itu diterima oleh pengurus Masjid Raya itu, meskipun mereka tidak mengusulkan. Penerimanya adalah mantan Qadhi Nagari namanya Lurus Amanah.
Sebelum Pemilu tahun 1982, oleh Umbuik Mudo, anak nagari yang tadi, mengusahakan lagi bantuan untuk Masjid Taqwa Muhammadiyah yang sudah mulai berdiri tetapi belum selesai di Semenanjung Dusun tadi.
Ketika bantuan akan dicairkan, hebohlah Wali Nagari Matahari dan pengurus Masjid Raya. Mengapa bisa keluar bantuan itu, karena di Masjid Taqwa Muhammadiyah itu adalah sarang Partai Kubus Hitam (PKH).
Secara internal Muhammadiyah, konflik muncul pula kepermukaan. Di antara warga Muhammadiyah Ranting Desa Camin Jaya, ada 3 orang pengurus yang tergusur. Mereka menghadap Bupati yang waktu itu adalah Putra Danau Jaya, di seberang nagari Matahari. Mereka menuntut Bupati supaya bantuan itu dipindahkan dari Desa Camin Jaya.
Alasannya Masjid itu sarang Partai Kubus Hitam dan kalau dibantu juga, maka Partai Pohon Rimbun (PPR) tidak akan pernah Menang. Mereka seakan kompak dengan Wali Nagari dan Pengurus Masjid Raya Matahari.
Bupati menerima tuntutan itu. Bupati datang langsung menemui Kepala Instansi Tingkat Provinsi Kakanwil UR, dari mana sumber bantuan, untuk menyampaikan hal itu supaya bantuan tadi dipindahkan.
Setelah Bupati pergi maka Umbuik Mudo, anak nagari yang bekerja di Kakanwil UR itu serta mengusulkan bantuan tadi dipanggil kepala instansinya bahwa Bupati Solok minta dipindahkan bantuan itu karena ada pengaduan dari kaum ulama Desa Camin Jaya, yang menuduh masjid baru itu sarang PKH.
Serta merta kepala instansi meminta supaya “waang†(panggilan akrab untuk si pengusul), menjadi “maklumâ€. Karena sekarang yang berkuasa adalah Partai PPR. Dan Bupati adalah Penasihat Partai PPR. Karena Partai PPR yang meminta dipindahkan bantuan itu. maka dipanggillah Pimpro Ahmad, Kabid Spiritual sehingga bantuan itu dipindahkan ke Masjid Muttaqin, kawasan lain di ibukota Provinsi, dekat rumahnya.
Perantau Heboh
Heboh kabar itu sampai ke rantau warga Desa Camin Jaya, khususnya dan umumnya warga Nagari Matahari di Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya dan kota-kota lainnya di Tanah Air.
Mereka semua penasaran sehingga mereka mengumpulkan zakat, wakaf, infaq . Terkumpullah bantuan yang cukup besar waktu itu, sekitar 100 Juta Rupiah (1981 kurs 1 dollar US = 630 Rph). Dengan begitu cepatlah Masjid Taqwa Muhammadiyah itu selesai.
Namun keadaan itu membuat heboh lain. Boleh disebut dampak politik. Di antaranya berakibat keluarga tokoh yang dituduh anti PPR tercampak. Sebelum Pemilu 1982, dua orang isteri dari 2 Pengurus Ranting PRM yang baru tadi, dipindahkan dari guru agama SDN Camin Jaya menjadi guru agama di Muara Lautan dan di Lubuak Gondam yang amat jauh dari Nagari Matahari. Berjarak dari Camin Jaya 147 km dan 167 km jauh ke hilir wilayah bagian Solok dari Utara ke Selatan.
Penjelasan yang off the record adalah bahwa yang mengatakan 3 orang pengurus lama yang tergusur itu yang melapor ke Bupati bersumber dari Drs. H. Langit Biru, Mantan Kakan UR Kabupaten.
Langit Biru kepada Umbuik Mudo menyebutkan secara rinci nama-nama internal Muhammadiyah yang protes dan minta bantuan itu dipindahkan. Mereka adalah Kalifah Insan, (pekerjaan tani dan Imam di Musala), Burhan Pandai, Guru Agama SD kemudian menjadi Guru MTsM, dan Haji Alhamdulillah, pedagang. Semuanya sekarang sudah almarhum.
Pelajaran Berharga
Yang menjadi pelajaran dari kisah nyata di atas adalah bahwa perseteruan internal di dalam Muhammadiyah lebih banyak karena urusan pribadi. Hal itu membuat persyarikatan mengalami degeradasi moral dan wibawa di tengah-tengah umat dan masyarakat.
Perseteruan pribadi itu merembet ke politik pada masa Orde Baru tadi. Pada 3 kali Pemilu, 1971, 1977, 1982 Partai yang menang berturut-turut di Desa Camin Jaya dan Nagari Matahari adalah Partai PKH.
Padahal Bupati mesti memenangkan Partai PPR. Karena soko-guru pemerintah Orde Baru waktu itu adalah Partai PPR. Itulah sebabnya kenapa Bupati langsung menghadap Kakanwil pada sebelum Pemilu ke-3, 1982 untuk memenangkan Partai PPR tetapi tetap gagal di Nagari Matahari dan lebih-lebih lagi Desa Camin Jaya. Untungnya pada Pemilu 1982 secara umum Kecamatan Pinggir Danau, Partai PPR menang.
Sehingga di tingkat Kabupaten dan Kota Solok, Partai PPR Menang. Bahkan ada 2 orang putra Kenagarian Matahari yang terpilih menjadi anggota DPRD dari Partai PPR di tingkat Kecamatan Pinggir Danau meski menjadi calon dari desa dan nagari lain.
Masih Terbelah
Akan tetapi efeknya sampai sekarang secara laten masih terasa, meski sudah masuk orde reformasi (1998-2015). Antara kelompok dan pendukung pengurus lama dan pengurus baru tetap tidak sinkron dan belum berbaikan.
Hal itu kelihatan dampaknya pada lembaga pendidikan Muhammadiyah di Nagari Matahari. Madrasah MTsM di pegang pengurus lama dan kadernya, sementara Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) dipegang oleh pengurus baru dan kadernya.
Efek lain, pada shalat hari raya Idul Fitri dan Adha yang dulu semua orang Muhammadiyah shalat di Lapangan dan orang Tarbiyah shalat di Masjid Raya.
Sejak perpecahan tadi, pengurus lama Muhammadiyah, kader-kader dan pengikutnya shalat hari raya bukan lagi di lapangan tetapi bersama orang Tarbiyah di Masjid Raya sampai sekarang. Dan yang shalat di lapangan adalah pengurus baru dan pengikut-pengikutnya.
Ada yang aneh. Menurut pengamatan Umbuik Mudo (sumber esai ini) sebagian orang Muhammadiyah yang biasa shalat di lapangan memilih pindah ke lapangan di luar Masjid . Meski imamnya waktu shalat Id itu di dalam masjid dan ketika khutbah, khatibnya di lapangan halaman Masjid.
Mungkin, mereka yang dulunya biasa shalat Id di lapangan masih tetap nyaman dan merasa tetap di lapangan, meskipun hanya di komplek Masjid Raya Nagari Matahari, bukan komplek Masjid Taqwa Muhammadiyah.
Sedangkan shalat tarawih terbagi. Kelompok lama di musala lantai satu MTsM dan sebagian di Masdjid Raya Matahari, sedangkan kelompok baru di Masjid Taqwa Muhammadiyah. Akibatnya tidak banyak warga Muhammadiyah yang shalat Jumat dan tawarih di Masdjid Taqwa. Begitu pula shalat Hari Raya yang murni shalat di lapangan yang diinisiasi kelompok baru tidak begitu ramai lagi.
Meredup dan Harapan Baru
Maka dalam makna sempit, seakan-akan “syiar†Muhammadiyah semakin redup. Karena lebih banyak yang shalat Jumat, tarawih dan hari Raya di Masdjid Raya dibandingkan dengan yang di Masdjid Taqwa.
Ada harapan baru. Dan ini potensial. Ada kader Muhammadiyah bernama Naim Muhammad, S.Ag., S.Pd., yang keturunan kelompok lama yang sekarang adalah sekretaris Masjid Raya Nagari Matahari.
Naim diminta oleh pengurus MAM yang nota bene kelompok baru, untuk menjadi Kepala MAM yang dikuasai oleh pengurus baru. Keadaan ini diharapkan dapat menetralisir dan menyambung sinkronisasi serta menyatukan kembali kedua kelompok lama dan baru.
Harapan lainnya tertuju kepad DR. Sutan Pamenan, M.A., angkatan Muda Muhammadiyah, Doktor dan dosen Ilmu Tafsir pada perguruan tinggi Islam di Sumbar.
Mertua Sutan Pamenan adalah pimpinan pengurus baru, almarhum Haji Hamdanus. Kakak H Hamadanus adalah adalah Pakih Shaghir yang waktu itu 1977-1982 adalah anggota DPRD Kab Solok dari Partai PKH yang isterinya dipindahkan ke Lubuak Gondam, namanya Hindun. Guru Agama pensiunan ini adalah Etek (saudara ibu) oleh Sutan Pamenan.
Sementara itu guru agama yang dipindahkan ke Muara Lautan, ibu Raudhatul Jannah adalah mertua (sekarang) dari Sutan Pemenan. Waktu itu tentu (1982), Sutan Pamenan belum menikahi putrinya.
Kedua guru agama tadi setelah 2 tahun terbuang dipindahkan jauh, kemudian dikembalikan ke Nagari Matahari, sesuai janji Kakanwil UR waktu itu, bahwa pemindahan tadi hanya untuk menghadapi Pemilu 1982.
Setelah zaman reformasi (1998-sekarang), Partai PKH tidak pernah menang lagi di Nagari Matahari. Sekarang yang menang berbagi antara Partai Sinar Matahari (PSM), PPR serta Partai Garuda. Dan Muhammadiyah di Nagari Matahari sedang melihat apakah Naim Muhammad dan Sutan Pamenan dapat mendamaikan dua kelompok lama dan baru tadi?. Dengan begitu nanti syiar Muhammadiyah akan kembali bersinar ?. Wa Allah A’lam bi al-shawab. ***